NAMA : MIRA FITRIANI
NPM:14212594
KELAS : 4EA25
HUBUNGAN COMISSION OF HUMAN DENGAN ETIKA
BISNIS
1. Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang
dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada
standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku
bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu
diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern
untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada
orang-orang yang ada di dalam organisasi.
Beberapa hal yang mendasari perlunya etika
dalam kegiatan bisnis:
1. Selain mempertaruhkan barang dan
uang untuk tujuan keuntungan, bisnis juga mempertaruhkan nama, harga diri,
bahkan nasib manusia yang terlibat di dalamnya.
2. Bisnis
adalah bagian penting dalam masyarakat
3. Bisnis
juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan pedoman bagi pihak –
pihak yang melakukannya.
Bisnis adalah kegiatan yang mengutamakan
rasa saling percaya. Dengan saling percaya, kegiatan bisnis akan berkembang
baik. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika yang menjamin
kegiatan. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :
1.
Pengendalian Diri
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social
Responsibility)
3. Mempertahankan
Jati Diri Dan Tidak Mudah Untuk Terombang-ambing Oleh Pesatnya Perkembangan
Informasi Dan Tekhnologi.
4. Menciptakan
Persaingan Yang Sehat.
5. Menerapkan Konsep ‘Pembangunan
Berkelanjutan’
6. Menghindari Sifat
5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
7. Mampu Menyatakan Yang Benar Itu Benar.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya
Antara Golongan Pengusaha Kuat Dan Golongan Pengusaha Ke Bawah.
9. Konsekuen Dan Konsisten Dengan Aturan Main Yang Telah
Disepakati Bersama.
10. Menumbuhkembangkan
Kesadaran Dan Rasa Memiliki Terhadap Apa Yang Telah Disepakati.
11. Perlu
Adanya Sebagian Etika Bisnis Yang Dituangkan Dalam Suatu Hukum Positif Yang
Berupa Peraturan Perundang – undangan.
Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam
lima kategori yaitu: Suap (Bribery), Paksaan (Coercion), Penipuan
(Deception), Pencurian (Theft), Diskriminasi tidak jelas (Unfair
discrimination), yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Suap (Bribery),
adalah tindakan berupa menawarkan, memberi, menerima atau meminta sesuatu yang
berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan
kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli
pengaruh. 'Pembelian' itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang
atau barang, maupun pembayaran kembali' setelah transaksi terlaksana. Suap
kadangkala tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat
dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift)
tidak selalu dapat disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan respons
yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
2. Paksaan (Coercion),
adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan menggunakan jabatan
atau ancaman. Coercion dapat berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan,
pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.
3.
Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang
disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4.
Pencurian (Theft), adalah
merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil
property milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat
berupa property fisik atau konseptual.
5.
Diskriminasi tidak jelas (Unfair
discrimination), adalah perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap
orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan,
atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa
adanya perbedaan yang beralasan antara mereka yang 'disukai' dan tidak.
2. HAM (Comission Of Human)
Banyak persoalan etika dan dilema dalam
bisnis internasional yang berakar pada system politik, hukum, kemajuan ekonomi,
dan budaya yang sangat berbeda antar Negara. Akibatnya, apa yang dianggap abik
di satu Negara belum tentu dianggap baik di Negara lain. Karena manajer bekerja
untuk institusi yang melebihi batas Negara dan budaya, maka manager dari
perusahaan multinasional harus peka terhadap perbedaan dan harus memlih
kegiatan etika dalam berbagai keadaan karena berpotensi menimbulakan masalah
dalam etika. Dalam tatanan
bisnis internasional, persoalan etika yang paling umum adalah hak asasi manusia.
Hak
asasi dasar manusia di beberapa Negara masih belum dihargai. Seperti
diantaranya, kebebasan berorganisasi, kebebasan berbicara, kebebasan
berpolitik, dan sebagainya. Contoh yang apling nyata adalah yang terjadi di
Afrika Selatan. Yaitu politik pembedaan warna kulit (apartheid) yang terjadi
sampai tahun 1994. Apartheid adalah pemisahan kulit putih dengan kulit hitam
yang menyediakan pekerjaan bagi kulit putih dan melarang kulit hitam bekerja
pada usaha yang dikelola kulit putih. Meskipun menggunakan sistem seperti ini,
banyak pengusaha barat beroperasi di Afrika Selatan. Tahun 1980, banyak yang menanyakan
kebijakan ini. Mereka berpendapat, investasi mereka menikkan status ekonomi dan
dapat menekan rezim yang berkuasa.
Beberapa
perusahaan barat mengubah kebijakan mereka, diantaranya General Motors (GM). GM
menggunakan prinsip Sullivan, yaitu seorang anggota jajaran kepengurusan GM.
Sullivan berpendapat bahwa GM dapat beroperasi di Afrika Selatan dengan dua
syarat, yaitu perusahaan tidak boleh melakukan hukum apartheid dan dengan
kekuatan yang dimiliki, perusahaan harus berusaha melakukan usaha untuk penghapusan
politik apartheid.
Hukum
Sullivan ini digunakan oleh semua perusahaan barat yang beroperasi di Afrika
Selatan. Perlawanan ini diabaikan oleh pemerintah Afrika Selatan karena mereka
tidak mau melawan para investor. 10
tahun kemudian, Sullivan mengatakan bahwa teorinya tidak cukup untuk menghapus
politik apartheid. Dan beberapa perusahaan yang menjalankan hukum ini tidak
bisa meneruskan usaha mereka di Afrika Selatan. Diantaranya Exxon, GM, Kodak,
IBM dan Xerox. Pada saat bersamaan, dana pension mengatakan tidak mau
bekerjasama dengan perusahaan yang menjalankan usaha di Afrika Selatan.
Tekanan
ini dan akibat sanksi ekonomi yang diberikan AS, berjasa atas penghapusan
politik apartheid dan memperkenalkan Pemilihan Umum pada 1994. Hal ini dinilai meningkatkan
hak asasi manusia di afrika selatan. Meskipun perubahan terjadi di Afrika
Selatan, masih ada beberapa rezim yang masih berjalan di dunia ini. Apakah
pantas melakukan usaha di Negara seperti ini? Banyak yang berkata, bahwa
investasi bisa menekan kebijakan ekonomi, politik, dan social yang membuat
rakyat melawan kepada rezim. Hal ini telah dijelaskan di bab 2 dimana kemajuan
ekonomi bisa menekan untuk demokrasi.
Secara
umum, perusahaan multinasional yang berinvestasi di Negara yang kurang demokratis
bisa meningkatkan HAM di Negara tersebut. Seperti di China, meskipun dikenal
kurang demokrasi dan sering dipertanyakannya HAM disana, ternyata investasi
bisa meningkatkan kondisi ekonomi dan meningkatkan standart kehidupan. Kemajuan
ini secara tidak langsung menekan rakyat Cina agar lebih berani berpartisipasi
dalam pemerintahan, politik dan kebebasan berbicara. Tapi pendapat ini masih
terbatas. Seperti kasus di Afrika Selatan, beberapa rezim tidak setuju bahwa
investasi bisa mendukung perbaikan etika. Contoh lain adalah Myanmar (Burma).
Dikuasai rezim militer lebih dari 40 tahun, Myanmar adalah salah satu pelaggar
HAM paling berat. Tahun 1990an banyak perusahaan Barat dituduh melampaui batas
etika yang sangat keras. Beberapa pengejek verpendapat bahwa Myanmar adaah
Negara dengan ekonomi kecil, sehingga hukuman tidak mampu membuat begitu
bereaksi, seperti apa yang ada di Cina. Nigeria adalah Negara lain yang perlu
dipertanyakan, ketka investasi membuat pelanggaran terhadap HAM. Yang paling
terkenal adalah Royal Dutch Shell, perusahaan minyak terbesar di negeri itu
yang sering diprotes. Tahun 1990an beberapa suku memprotes karena Royal Dutch
Shell menyebabkan polusi dan gagal memberi kompensasi. Shell dilaporkan meminta
bantuan Brigade Mobil Nigeria untuk mengakhiri protes para demonstran. Hasilnya
menjadi berdarah. Di desa Umuechem, pasukan membunuh 80 demonstran dan
menghancurkan 495 rumah. Tahun 1993, protes di bagian Ogoni karena masalah pipa
milik Shell dan pasukan diminta lagi menghentikan protes. Hasilnya, 27 desa
rusak, 80000 kehilangan tempat tinggal dan 2000 terbunuh.
Kritik bermunculan
dan Shell disalahkan sebagai pemicu pembantaian. Shell tidak menggubris hal ini
dan pasukan menjadikan alasan demonstrsi sebagai cara untuk membunuh kelompok
yang selama beberapa lama berseberangan dengan pemerintah. Hal ini merubah
kebijakan Shell dengan membuat mekanisme dari dalam untuk membuat acuan agar
tidak bertentangan dengan HAM.
Sumber : https://www.academia.edu/4614795/ETIKA_DALAM_BISNIS_INTERNASIONAL3